loading...
'Mutilasi' Marhaenisme : Pembersihan Ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno I Genosida Politik 1965-1966Di Posting Oleh : Berita Dunia (Ibrahimdera)
Kategori : G 30 S Genosida 1965-1966 genosida politik Marhaenisme Sukarno
Ketetapan MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966 Tahun 1966
poster Nobodycorp. Internationale Unlimited
“Partai Nasional Indonesia/Front Marhaenis adalat alat bagi kaum Marhaen untuk memperdjuangkan dan merealisasikan tjita2ja jaitu: Kemerdekaan penuh, sosialisme, dan dunia baru…. Oleh karena itu, setiap Marhaenis harus senantiasa membadjakan diri dan mendidik dirinja di dalam teori dan praktek perdjuangan rakjat untuk dapat mendjadi Marhaenis jang lebih baik lagi, sebagai murid2 jang terbaik dan terperdjaja dari Bapak Marhaenisme Bung Karno, jang sekaligus djuga adalah perasan NASAKOM…. Tidak ada gerakan revolusioner, tanpa didasari oleh teori perdjuangan jang revolusioner. Marhaenisme adalah suatu faham perdjuangan jang revolusioner berdiri diatas sendi2nja massa aksi jang revolusioner dan menghendaki sjarat2 perdjuangan jang revolusioner….“
“Deklarasi Marhaenis“ dalam pertemuan Badan Pekerja Kongres PNI di Lembang, Bandung, November 1964.
sumber Ali Sastroamidjojo Sang Nasionalis dan Marhaenis Sejati - sulindo (terlampir dibawah)
Salah satu hal penting yang termaktub dalam Deklarasi Marhaenis adalah menerima Marxisme sebagai sumber ideologi partai. Dengan itu, para pemimpin PNI untuk pertama-kalinya menciptakan kemungkinan untuk memberi bentuk ideologis yang lebih koheren bagi radikalisme sosial yang selalu tersebar di berbagai bagian partai. Penerimaan Marxisme memungkinkan penggunaan alat analisis sosial dengan tradisi yang panjang dan luas dibaliknya. Lebih dari itu, kenyataan Marhaenisme dirumuskan kembali semata-mata dalam istilah ini (“marhaenisme adalah marxisme yang diterapkan di Indonesia“) menandakan adanya maksud untuk sungguh-sungguh berupaya merombak partai dengan cara lain. (Rocamora, hal. 383-384)
Retorika Deklarasi Marhaenis, seperti dicatat Rocamora lagi, bukanlah sekedar tanggapan taktis terhadap iklim Demokrasi Terpimpin, melainkan merupakan tanda-tanda perubahan nyata sikap PNI terhadap isu-isu dasar yang berkembang saat itu. Pimpinan PNI mulai menatap kondisi-kondisi domestik serta kelompok yang dalam tingkah lakunya memberi peluang bagi imperialisme. Gerak politik PNI berhasil mengimbangi PKI dan tokoh-tokoh Angkatan Darat dalam pentas politik nasional. Salah satu pembuktian itu adalah acara peringatan milad PNI, 4 Juli 1965, yang membuat Bung Karno terkagum-kagum.
disalin dari Surachman, Nasionalis yang Terlupakan – Koran Sulindo (link terlampir dibawah)
Tetapi di tahun 1966, setelah kontra-revolusi mulai berkuasa, keluar Tap MPRS nomor XXV tentang pelarangan Marxisme. Juga Tap MPR XXVI/ MPRS/ 1966 tentang Pembentukan Panitia Peneliti Ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno yang berusaha membersihkan ajaran-ajaran Bung Karno dari marxisme. Kemudian, pada bulan Desember 1967, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pimpinan Osa Maliki dan Usep Ranawidjaja, yang disokong rezim Orde Baru, membuat Pernyataan Kebulatan Tekad untuk membersihkan marhaenisme dari marxisme. Dan sejak itu marhaenisme di tangan PNI mulai kehilangan api-nya.
Efeknya sangat merusak. Tanpa memiliki pengetahuan marxisme, tidak mungkin bisa menyelami ajaran Bung Karno secara mendalam. Tanpa marxisme, ajaran Bung Karno kehilangan “api”-nya. Tidak mengherankan, ajaran Bung Karno yang terdengar di telinga kita sekarang ini tak lebih dari sebuah frase-frase atau slogan-slogan heroik tanpa isi dan semangat.
Dengan TAP MPRS nomor XXV/1966, Marxisme resmi diringkus. Lalu, seiring dengan itu, ajaran pokok Bung Karno, yakni marhaenisme, mulai dipisahkan dari marxisme. Pada bulan Desember 1967, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) pimpinan Osa Maliki dan Usep Ranawidjaja, yang disokong rezim Orde Baru, membuat Pernyataan Kebulatan Tekad untuk membersihkan marhaenisme dari marxisme. Padahal, pada kongres Partindo di Jakarta, 26 Desember 1961, Bung Karno sudah menegaskan bahwa marhaenisme adalah marxisme yang diselenggarakan, dicocokkan, dilaksanakan di Indonesia.
Yang lebih ironis, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) juga mencabut gelar Bapak Marhenisme yang disandang Bung Karno. Sejak itu PNI sudah menjadi bagian dari ‘keluarga Orde Baru’. Sejak itu pula PNI bukan lagi partai pengikut garis ideologi Bung Karno. Ajaran Marhaenisme Bung Karno juga mulai disejajarkan dengan “komunisme”.
Yang lebih ironis, Partai Nasionalis Indonesia (PNI) juga mencabut gelar Bapak Marhenisme yang disandang Bung Karno. Sejak itu PNI sudah menjadi bagian dari ‘keluarga Orde Baru’. Sejak itu pula PNI bukan lagi partai pengikut garis ideologi Bung Karno. Ajaran Marhaenisme Bung Karno juga mulai disejajarkan dengan “komunisme”.
Dengan demikian, semakin nyatalah perjuangan yang disebut bertujuan untuk menegakkan Marhaenisme justru mereduksi habis visi Marhaenisme itu sendiri. Marhaenisme bertujuan mendirikan Sosialisme Indonesia yang otomatis berhadapan langsung dengan kapitalisme, apakah bisa dibangun dengan artikulasi gerakan yang hanya bersandar pada wilayah elit-politik yang bahkan telah menjadikan dirinya elitis? Bisakah kapitalisme dibunuh hanya dengan jalur parlementer tanpa revolusi? Bisakah revolusi terwujud tanpa kekuatan massa-rakyat?
Ya, di tangan para Marhaenis ini Marhaenisme hanya dijadikan sekadar sebagai kumpulan slogan yang dikutip dari DBR guna menghiasi status facebook, twitter, dan poster-poster. Soekarno tidak lebih hanya sosok yang diagungkan sedemikian rupa personifikasinya tapi dibunuh visi pemikirannya. Soekarno hanya dijadikan pelengkap spanduk ketika mereka mencalonkan diri menjadi wakil rakyat guna meraup suara. Soekarno dan Marhaenisme hanya menjadi pemanis bibir yang dibicarakan sampai semalaman suntuk sambil minum kopi, namun esoknya lupa.
Marhaenisme menjadi simbol ideologi yang berisi refleksi pemikiran politik Sukarno. Tercipta dari hasil dialog dengan seorang petani miskin.
Keluarga Marhaen, Simpan Foto Soekarno karena Perhatiannya Pada Marhaen
Meringkus Loyalis dan Sukarnois
Kerap kritis terhadap kaum kiri, namun dibubarkan karena dicap sebagai media kiri
Lembaga kebudayaan yang bernaung di bawah PNI ini hanya bernapas pendek, lahir di sekitar Dekrit Presiden Soekarno, turut mati ketika Soekarno dan Soekarnois dihancurkan Orde Baru setelah peristiwa 1 Oktober 1965
Nasib Tragis Tentara Soekarnois
simak juga
simak juga
simak 400 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)
loading...
0 Response to "'Mutilasi' Marhaenisme : Pembersihan Ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno I Genosida Politik 1965-1966"
Posting Komentar