loading...
Hasan Raid : Perjuangan Seorang Muslim KomunisDi Posting Oleh : Berita Dunia (Ibrahimdera)
Kategori : Genosida 1965-1966 Hasan Raid Muslim Komunis Otobiografi PKI
IN MEMORIAM HASAN RAID
(22 Oktober 1922 -12 Agustus 2010)
Koesalah Soebagyo Toer
Disalin dari Sastra Pembebasan
Pada 12 Agustus 2010 telah meninggal dunia Hasan Raid, seorang tokoh nasional, di rumahnya yang sederhana di sebuah gang sempit di Jalan Haji Batong, Cilandak, Jakarta Barat. Beberapa puluh pelayat memadati sebuah rumah petak kecil tempat ia dan keluarganya mengontrak, sementara rumahnya sendiri sedang diperbaiki. Tak seorang pejabat pun ikut mengucapkan selamat jalan kepadanya menghadapi perjalanan akhirnya yang jauh. Ia sudah dilupakan oleh khalayak nasional dan negeri yang pernah ikut ia perjuangkan kemerdekaannya dan ikut ia usahakan mengisinya.
Siapakah Hasan Raid?
Di masa yang dini sesudah proklamasi (awal tahun 1946) ia sudah menjadi redaktur majalah dua bulanan /Bintang Merah /di Jalan Purnosari, Solo, bersama D.N. Aidit. Karena kedudukan itu ia bisa bercerita, bahwa bersama Aidit ia menjamu Sutanti dan seorang kawannya, keduanya mahasiswi tingkat tiga Perguruan Tinggi Kedokteran di Klaten, Jawa Tengah, yang datang untuk bersilaturahmi. Itulah awal hubungan Sutanti dengan Aidit.
Dua tahun kemudian (1948) ia menjadi pembantu Siauw Giok Tjhan, wakil golongan minoritas Tionghoa dalam BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat). Dalam kedudukan itu ia ditugaskan ke Sumatra dan pulangnya sempat duduk sepesawat kecil dengan Muso dalam penerbangan dari Jambi ke rawa Campur Darat di Tulungagung, menjelang Peristiwa Madiun. Karena itu pula ia bisa bercerita:
”Tahun 1948 dengan nama samaran Suparto Muso kembali ke Indonesia sebagai sekretaris Duta Keliling Indonesia di Eropa Timur, Suripno. Ia datang dengan pesawat dari Praha lewat Kairo dan Rangoon ke Bukittinggi. Dari Bukittinggi ia menuju Danau Singkarak, dan pada 9 Agustus bertolak dari Danau Singkarak ke Jambi (Batanghari). Di Jambi diwawancarai wartawan. Waktu itu ia sedang menyusun tulisan tentang Front Nasional dengan nama samaran N.N. Dari Jambi pada 10 Agustus ia meneruskan perjalanan ke Jawa Timur dan mendarat di rawa Campur Darat, Tulung Agung, dengan Catalina, lalu ke Kediri, menginap di hotel “Merdeka”. Pendaratan tidak menarik minat penduduk, karena pada akhir jaman Belanda rawa itu memang digunakan sebagai pangkalan amfibi, dan di jaman Jepang sering dipakai untuk mendaratkan pejabat tinggi Jepang yang akan memeriksa Nee-Yama Project.”
Tahun 1965, ketika terjadi Peristiwa G30S, Hasan Raid bertugas sebagai pengajar pada Akademi Ilmu Sosial Ali Archam, dan di Lembaga Pendidikan Politik Kotrar (Komando Retooling Aparatur Revolusi) ia bertugas sebagai penguji di bidang mata pelajaran Manipol (Manifesto Politik). Sebagai orang yang menonjol kedudukannya, ia termasuk yang dini diciduk, dibuang ke Nusakambangan, dan termasuk yang telat dibebaskan, yaitu tahun 1978. Kedudukan sebagai eks tapol tak memungkinkannya berkiprah sebagai pengajar, tapi hal itu tidak menghalanginya untuk mencintai dan membela keluarga, sertat tidak segan-segan menyibukkan diri dengan membantu keluarga berproduksi dan berjualan apem.
Tanggal 7 April 1999 dengan Akte* *Notaris yang dibuat di hadapan Notaris Ny. Nanny Wahyudi, S.H. sebagai Akte No. 1, yang sekaligus disahkan oleh Kementerian Kehakiman, bersama enam orang lain ia menjadi anggota Badan Pendiri YPKP (Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966), yaitu: 1. Pramoedya Ananta Toer, 2. Koesalah Soebagyo Toer, 3. Sulami, 4. V. Sumini Martono, 5. Ribka Tjiptaning, dan 6. Suharno.
Misi YPKP yang dirancang oleh Hasan Raid dan diterima oleh Badan Pendiri adalah: “a. Mengumpulkan literatur-literatur, mencari informasi-informasi, menerima informasi, mencari saksi mata, menghubungi keluarga-keluarga korban, melakukan penelitian di lokasi-lokasi yang diperkirakan ada korban pembunuhan dan bekerja sama dengan semua lembaga-lembaga berkaitan dengan penelitian korban pembunuhan 1965/1966, termasuk lembaga hukum dan sejarah. b. Membuat kesimpulan kepada pemerintah dan semua bahan terkait; kesimpulan tersebut menjadi dokumen penelitian yang masuk dalam sejarah Indonesia.” //
Selanjutnya dalam salah satu penampilannya ia katakan: “Tetapi bila pemerintahnya masih yang menginjak-injak Pancasila dan UUD 1945, persoalannya tentu menjadi lain. YPKP akan maju terus berjuang melaksanakan visi dan misinya.”
Untuk pertama kali YPKP dipimpin oleh Sulami (7 April 1999 – 18 Nopember 1999), dan ketika Sulami jatuh sakit, ia digantikan oleh Hasan Raid (8 Nopember 1999 – 8 Nopember 2003), dan ketika Hasan Raid pun jatuh sakit, ia digantikan oleh Koesalah Soebagyo Toer, mula-mula sebagai ketua sementara, kemudian sebagai ketua menurut termin.
Dalam kedudukan apapun Hasan Raid selalu bersikap teguh, tegas, dan prinsipil. Sebagai contoh adalah sikapnya terhadap kecenderungan berpolitik:
”Walaupun YPKP adalah produk politik, dan semua relawan YPKP sebagai warga negara Republik Indonesia adalah insan politik, namun kecenderungan politik ini pada prinsipnya tidak boleh menggeser kegiatan YPKP yang pokok, yaitu melakukan penelitian terhadap korban Peristiwa 1965. Prinsip ini sama sekali tidak meniadakan hak setiap relawan YPKP untuk berkiprah di bidang politik masing-masing. Prinsip ini pun sudah pernah dibicarakan dalam Konperensi Kerja Nasional YPKP di Temanggung (30 September 2000) yang mengambil keputusan yang bunyinya:
’Dalam masalah pertama (menyikapi isu politik sehubungan dengan yayasan, /KST/) disimpulkan, YPKP berdiri atas dasar Akte Notaris dan Anggaran Dasar. Ia tidak bergerak dalam politik, tapi dalam usaha mencapai keadilan, kebenaran, dan penegakan supremasi hukum.’”
Itulah juga sebabnya ia ikut mendukung pembentukan YPKP-HAM, di mana sejak 3 Desember 2005 ia duduk sebagai anggota Badan Pengawas.
Kini Hasan Raid telah tiada, tinggal amal perbuatannya selama ia hidup di duniua. Tapi untuk mendalami lebih lanjut riwayat hidup dan jalan pikirannya ada baiknya dibaca buku ditulisnya, ”Pergulatan Muslim Komunis; Otobiografi Hasan Raid” (LKPSM/Syarikat, Februari 2001).
/Koesalah Soebagyo Toer/
Siapakah Hasan Raid?
Di masa yang dini sesudah proklamasi (awal tahun 1946) ia sudah menjadi redaktur majalah dua bulanan /Bintang Merah /di Jalan Purnosari, Solo, bersama D.N. Aidit. Karena kedudukan itu ia bisa bercerita, bahwa bersama Aidit ia menjamu Sutanti dan seorang kawannya, keduanya mahasiswi tingkat tiga Perguruan Tinggi Kedokteran di Klaten, Jawa Tengah, yang datang untuk bersilaturahmi. Itulah awal hubungan Sutanti dengan Aidit.
Dua tahun kemudian (1948) ia menjadi pembantu Siauw Giok Tjhan, wakil golongan minoritas Tionghoa dalam BP KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat). Dalam kedudukan itu ia ditugaskan ke Sumatra dan pulangnya sempat duduk sepesawat kecil dengan Muso dalam penerbangan dari Jambi ke rawa Campur Darat di Tulungagung, menjelang Peristiwa Madiun. Karena itu pula ia bisa bercerita:
”Tahun 1948 dengan nama samaran Suparto Muso kembali ke Indonesia sebagai sekretaris Duta Keliling Indonesia di Eropa Timur, Suripno. Ia datang dengan pesawat dari Praha lewat Kairo dan Rangoon ke Bukittinggi. Dari Bukittinggi ia menuju Danau Singkarak, dan pada 9 Agustus bertolak dari Danau Singkarak ke Jambi (Batanghari). Di Jambi diwawancarai wartawan. Waktu itu ia sedang menyusun tulisan tentang Front Nasional dengan nama samaran N.N. Dari Jambi pada 10 Agustus ia meneruskan perjalanan ke Jawa Timur dan mendarat di rawa Campur Darat, Tulung Agung, dengan Catalina, lalu ke Kediri, menginap di hotel “Merdeka”. Pendaratan tidak menarik minat penduduk, karena pada akhir jaman Belanda rawa itu memang digunakan sebagai pangkalan amfibi, dan di jaman Jepang sering dipakai untuk mendaratkan pejabat tinggi Jepang yang akan memeriksa Nee-Yama Project.”
Tahun 1965, ketika terjadi Peristiwa G30S, Hasan Raid bertugas sebagai pengajar pada Akademi Ilmu Sosial Ali Archam, dan di Lembaga Pendidikan Politik Kotrar (Komando Retooling Aparatur Revolusi) ia bertugas sebagai penguji di bidang mata pelajaran Manipol (Manifesto Politik). Sebagai orang yang menonjol kedudukannya, ia termasuk yang dini diciduk, dibuang ke Nusakambangan, dan termasuk yang telat dibebaskan, yaitu tahun 1978. Kedudukan sebagai eks tapol tak memungkinkannya berkiprah sebagai pengajar, tapi hal itu tidak menghalanginya untuk mencintai dan membela keluarga, sertat tidak segan-segan menyibukkan diri dengan membantu keluarga berproduksi dan berjualan apem.
Tanggal 7 April 1999 dengan Akte* *Notaris yang dibuat di hadapan Notaris Ny. Nanny Wahyudi, S.H. sebagai Akte No. 1, yang sekaligus disahkan oleh Kementerian Kehakiman, bersama enam orang lain ia menjadi anggota Badan Pendiri YPKP (Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966), yaitu: 1. Pramoedya Ananta Toer, 2. Koesalah Soebagyo Toer, 3. Sulami, 4. V. Sumini Martono, 5. Ribka Tjiptaning, dan 6. Suharno.
Misi YPKP yang dirancang oleh Hasan Raid dan diterima oleh Badan Pendiri adalah: “a. Mengumpulkan literatur-literatur, mencari informasi-informasi, menerima informasi, mencari saksi mata, menghubungi keluarga-keluarga korban, melakukan penelitian di lokasi-lokasi yang diperkirakan ada korban pembunuhan dan bekerja sama dengan semua lembaga-lembaga berkaitan dengan penelitian korban pembunuhan 1965/1966, termasuk lembaga hukum dan sejarah. b. Membuat kesimpulan kepada pemerintah dan semua bahan terkait; kesimpulan tersebut menjadi dokumen penelitian yang masuk dalam sejarah Indonesia.” //
Selanjutnya dalam salah satu penampilannya ia katakan: “Tetapi bila pemerintahnya masih yang menginjak-injak Pancasila dan UUD 1945, persoalannya tentu menjadi lain. YPKP akan maju terus berjuang melaksanakan visi dan misinya.”
Untuk pertama kali YPKP dipimpin oleh Sulami (7 April 1999 – 18 Nopember 1999), dan ketika Sulami jatuh sakit, ia digantikan oleh Hasan Raid (8 Nopember 1999 – 8 Nopember 2003), dan ketika Hasan Raid pun jatuh sakit, ia digantikan oleh Koesalah Soebagyo Toer, mula-mula sebagai ketua sementara, kemudian sebagai ketua menurut termin.
Dalam kedudukan apapun Hasan Raid selalu bersikap teguh, tegas, dan prinsipil. Sebagai contoh adalah sikapnya terhadap kecenderungan berpolitik:
”Walaupun YPKP adalah produk politik, dan semua relawan YPKP sebagai warga negara Republik Indonesia adalah insan politik, namun kecenderungan politik ini pada prinsipnya tidak boleh menggeser kegiatan YPKP yang pokok, yaitu melakukan penelitian terhadap korban Peristiwa 1965. Prinsip ini sama sekali tidak meniadakan hak setiap relawan YPKP untuk berkiprah di bidang politik masing-masing. Prinsip ini pun sudah pernah dibicarakan dalam Konperensi Kerja Nasional YPKP di Temanggung (30 September 2000) yang mengambil keputusan yang bunyinya:
’Dalam masalah pertama (menyikapi isu politik sehubungan dengan yayasan, /KST/) disimpulkan, YPKP berdiri atas dasar Akte Notaris dan Anggaran Dasar. Ia tidak bergerak dalam politik, tapi dalam usaha mencapai keadilan, kebenaran, dan penegakan supremasi hukum.’”
Itulah juga sebabnya ia ikut mendukung pembentukan YPKP-HAM, di mana sejak 3 Desember 2005 ia duduk sebagai anggota Badan Pengawas.
Kini Hasan Raid telah tiada, tinggal amal perbuatannya selama ia hidup di duniua. Tapi untuk mendalami lebih lanjut riwayat hidup dan jalan pikirannya ada baiknya dibaca buku ditulisnya, ”Pergulatan Muslim Komunis; Otobiografi Hasan Raid” (LKPSM/Syarikat, Februari 2001).
/Koesalah Soebagyo Toer/
Orbituari Samsinar Hasan Raid (Istri Hasan Raid)
Sepanjang hidupnya, Samsinar masih menunggu harap; bahwa peristiwa berdarah 1965/1966 bakal diungkap dan diselesaikan.
by Hasan Raid
dalam Bahasa Turki
Tinjauan Buku
Judul: Pergulatan Muslim Komunis (Otobiografi Hasan Raid)
Penulis: Hasan Raid
Tahun Terbit: 2001
Penerbit: LKPS Syarikat
Tebal: viii + 558
ISBN: 979-8867-12-2
unduh
Mematahkan Pewarisan Ingatan: Wacana Anti-Komunis Dan Politik Rekonsiliasi Pasca-Soeharto – Budiawan
Bab IV Dua Otobiografi Muslim Komunis
Dua Muslim Komunis dan Otobiografi Mereka
Otobiografi Hasan Raid: Sebuah Laporan Pertanggungjawaban Seorang Muslim Komunis
Otobiografi Achmadi Moestahal: Tutur Pribadi Seorang Muslim Pluralis
Ketiadaan dalam Ke-ada-an
Membuka Ruang Untuk Narasi-Diri si “Yang Lain”
Catatan Penutup
simak 400 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)
Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
loading...
0 Response to "Hasan Raid : Perjuangan Seorang Muslim Komunis"
Posting Komentar