loading...

Jalan Sunyi Eksil "Bung Soer' (Soerjono) : Pemikir Independen, Eks Wartawan Harian Rakjat

loading...
Jalan Sunyi Eksil "Bung Soer' (Soerjono) : Pemikir Independen, Eks Wartawan Harian Rakjat
Di Posting Oleh : Berita Dunia (Ibrahimdera)
Kategori : Eksil 1965 Genosida 1965-1966 Harian Rakjat


Independensi pemikirannya membuat Soerjono tersisih dari PKI dan Harian Rakyat, independensinya ini membuatnya tak segan melalukan kritik.

Independensi pemikirannya membuat Soerjono tersisih dari PKI dan Harian Rakyat yang membuatnya “dibuang” menjadi koresponden berita olahraga di Beijing pada medio 1960-an.

."The PKI leaders are from the priyayi (lower aristocrats turned bureaucrats) class. Not an alternative force. Had PKI won in 1960s, itmight have been similar or even worse than Soeharto and Golkar. It was Sudisman (number three in the PKI ranks) who built the structure of intellectually and ideologically bad cadres."

Disalin dari  2 artikel Aboeprijadi Santoso (terlampir)





Born in Prambanan, Java, Dutch East Indies (Indonesia) 1928, died in Amsterdam 2000; journalist; primary education at the Hollandsch-Indische School (HIS); studied at the Cultuurschool, an agricultural secondary school; during the Japanese occupation arrested and sentenced to a nearly two years term for the illegal spread of Menara Merah (Red Tower); one of the founders of Angkatan Muda (Young Generation), from which the Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia; Socialist Youth of Indonesia) has originated; from 1945 journalist of the Pesindo daily Penghela Rakjat and its weekly Revolutioner and from 1948 of the daily Harian Rakjat (later the organ of the Partai Komunis Indonesia (PKI)); editor-in-chief of Sport & Film, weekend edition of the Harian Rakjat 1959-1964; posted in China as correspondent for the Harian Rakjat in 1964; left China in 1972 and unable to return to Indonesia without risks, he went to the Soviet Union; came to the Netherlands in 1989 with the help of Dutch friends; wrote his memoirs and worked on books on Soedisman and on Amir Sjarifoedin, which remained unpublished. 
sumber : https://www.archivesportaleurope.net portal ini juga mengarsipkan Soerjono Paper 1960-2000



Harian Rakjat telah menerbitkan “HR Sport dan Film” setiap Minggu pagi, di bawah asuhan Bung Soerjono dan Bung Joebaar Ajoeb. Dengan penerbitan “HR Sport dan Film” ini Harian Rakjat menjelajah lapangan yang selama ini belum cukup mendapat perhatian, lapangan yang meliputi bagian yang cukup besar dari bangsa kita. Dengan penerbitan ini Harian Rakjat berharap dapat memberikan sumbangan kepada usaha pembinaan sport dan film nasional kita. Kemajuan sport dan film nasional berarti kemajuan kebudayaan nasional.






Dua wartawan pada jalan nasib yang menyimpang.
Aboeprijadi Santoso


Soerjono, lebih daripada Rosihan, adalah pemikir, pembaca dan pemerhati sejarah, namun tak dikenal publik. Namanya hanya pernah menonjol karena sebuah perdebatan versus Menteri Keuangan Jusuf Wibisono (Masjumi) yang dilakukannya saat usia muda.

Independensi pemikirannya membuat Soerjono tersisih dari PKI dan Harian Rakyat yang membuatnya “dibuang” menjadi koresponden berita olahraga di Beijing pada medio 1960-an. Akhir 1970-an dia gerah dengan Revolusi Besar Kebudayaan Proletar (RBKP) yang menggiringnya ke kamp re-edukasi di Sekolah Militer PKT di Nanking. “Di sana itu, Bung,” Soerjono pernah bercerita, “kami belajar pikiran-pikiran Mao Zhe-Dong seperti belajar Kitab Injil. Itu salah sekali!”

..........

Beberapa tahun kemudian, di Amsterdam, dia dikunjungi Ben Anderson dan aktivis beken Pipit Rochijat. Hal itu membuatnya bangga. Memang, sejak di Uni Soviet, Soerjono sering menyurati pakar-pakar kajian Indonesia dan di setelah di Amsterdam dia sering jadi rujukan untuk mengecek fakta-fakta masa lalu sejarah di Indonesia yang dialaminya. Menjelang 2000, dia kecewa, merasa sendiri lagi. “Wah Bung, Ben Anderson dan lain lain itu sekarang sudah lupa sama saya,” tuturnya.

(* salah satunya adalah Ben Anderson, yang kemudian menerjemahkan naskah surat-surat Kembalinya Musso diterjemahkan oleh Ben)




Orbituari Soerjono

."The PKI leaders are from the priyayi (lower aristocrats turned bureaucrats) class. Not an alternative force. Had PKI won in 1960s, itmight have been similar or even worse than Soeharto and Golkar. It was Sudisman (number three in the PKI ranks) who built the structure of intellectually and ideologically bad cadres."
[Soerjono]







Pengantar Ben Anderson yang menerjemahkan naskah Soerjono ke dalam Bahasa Inggris









simak 400 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)


14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)


Bookmark and Share

loading...

0 Response to "Jalan Sunyi Eksil "Bung Soer' (Soerjono) : Pemikir Independen, Eks Wartawan Harian Rakjat"

Posting Komentar