loading...
Perempuan Yang Tertuduh : Kisah Christina Sumarmiyati Penyintas '65 Yang Tak Kunjung Meraih KeadilanDi Posting Oleh : Berita Dunia (Ibrahimdera)
Kategori : Christina Sumarmiyati Genosida 1965-1966 Ikatan Pemuda dan Pelajar Indonesia Kamp Plantungan Kekerasan Seksual penyintas 65 plantungan
sumber foto Majalah Bhinneka
*dan dimuat kembali di website tribunal 1965
Saya masih ingat tepuk tangan penonton waktu saya menarikan Srikandi edan, sambil ngomong tentang emansipasi perempuan. Dan kalau main ketoprak, saya biasanya jadi emban, ngomong seenaknya sendiri tanpa pakem, yang penting tajam dan mengena. Dengan demikian, saya bisa menyampaikan pesan tentang emansipasi perempuan juga. Saya memang aktif waktu masih muda: sejak umur 15 tahun sudah ikut organisasi IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia), underbownya PKI, dan sempat menjadi koordinator tingkat kabupaten. Saya aktif merekrut anggota-anggota baru. Kegiatan IPPI inilah yang menyebabkan kesenian di desa saya maju, dan kami juga mengadakan pemberantasan buta huruf. Seringkali rumah keluarga saya dipakai untuk pertemuan juga.
Bapak saya adalah ketua BTI di kota saya. Karena itu, pada November 1965, dia ditangkap. Saya tahu, saya pasti dicari juga. Saya segera pindah kos dan tidak pernah pulang ke rumah. Mereka terus mencari saya dan tidak bisa menemukan. Akhirnya, saya dipanggil ke Kelurahan dan keluarga sayalah yang diancam. Kalau saya tidak segera pulang, ibu dan adik-adik saya yang akan diambil.
Apa yang membuat sejarah Indonesia buram? Mungkin karena sejarah tidak mencatat nama perempuan seperti Christina Sumarmiyati
"Saat kami di tahanan, bapak-bapak banyak yang disiksa, dihajar habis-habisan. Kalau kami, perempuan, biasanya rok kami disingkap (ia menunjukan batas di atas pinggang). Dicari capnya. Katanya kalau Gerwani ada capnya. Di pahanya ada cap G-E-R-W-A-N-I."
Tatapannya kosong saat mengucapkan kalimat itu, tapi ia tetap saja memanggil sisa-sisa ingatan yang sebenarnya sudah enggan ia ceritakan. Ia tersenyum getir saat berkata: "Seperti sapi saja. Padahal, siapa yang mau nge-cap? Memang siapa yang sempat?"
Lalu, ia mengambil napas dan matanya menerawang ke langit-langit, ia sedang mengumpulkan keberanian untuk mengatakan sesuatu yang masih tertahan di ujung lidahnya.
"Hingga akhirnya pada suatu malam, kami diperiksa lagi, saya bersama teman satu sel. Saya ditanya, apa benar-benar tidak mengakui. Kami menjawab bahwa kami tidak bisa mengakui."
"Habis itu kami berdua ditelanjangi. Kami disuruh memilih, memilih untuk mengaku atau duduk berdua berpangkuan. Saya tidak memilih!"
"Tapi apa... Kami berdua dipaksa. Mereka mengangkat badan kami, di posisikan berpangkuan," ia menelan ludah.
Perempuan itu bernama Christina Sumarmiyati atau kerap disapa Mamik. Ia bekas anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI). Mamik adalah salah satu di antara perempuan-perempuan yang dituduh sebagai anggota Gerwani yang membunuh enam jenderal dan menyilet enam jenderal dan menarikan tarian telanjang dan melakukan orgy di Lubang Buaya pada dini hari 1 Oktober 1965. Kesaksian yang pedih itu bisa disaksikan dalam dokumenter berjudul Perempuan yang Tertuduh.
Pengalaman menjadi tahanan politik tidak menciutkan hati Christina Sumarmiyati, perempuan korban tangkap paksa tahun 1965. Ketika ditahan di penjara Wirogunan dan Plantungan, Yogyakarta, perempuan 78 tahun yang akrab disapa Bu Mamik itu, bahkan sempat menciptakan lagu bersama rekan-rekan perempuan tahanan politik lain.
lebih jelas dan komprehensig sila simak/unduh
BERTAHAN DALAM IMPUNITAS : KISAH PARA PEREMPUAN PENYINTAS YANG TAK KUNJUNG MERAIH KEADILAN
Asia Justice and Rights - Komnas Perempuan
*sebuah kajian filsafat
Thomas Onggo Sumaryanto; Leopona Henri Setyawan Situmorang; Juli Antonius Sihotang; Cornelius Septian Danni Pamungkas
Artikel ilmiah ini bertujuan untuk mencari solusi dari masalah yang timbul akibat pelanggaran HAM TAPOL 1965. Studi kasus yang dilakukan para penulis memberikan informasi bahwa para korban memiliki luka yang cukup mendalam akibat pelanggaran HAM tersebut. Secarakhusus artikel ini membahas kasus Christina Sumarmiyati. Para penulis meninjau kasus tersebut dengan tinjauan filsafat khususnya pemikiran Immanuel Levinas tentang wajah yang lain. Christina Sumarmiyati adalah wajah yang lain/liyan). Ia mendapatkan kekerasan dan dituduh sebagai anggota PKI. Tindakan-tindakan tersebut membuat luka yang dalam bagi Christina. Levinas menyatakan bahwa (liyan) tidak dapat dianggap sebagai objek. Tindakan penganiayaan/ bahkan pembunuhan adalah tindakan menganggap manusia yang lain adalah sebagai objek belaka. Suatu rekonsiliasi harus diadakan bagi para TAPOL 65 secara khusus Christina. Rekonsiliasi tersebut harus konkret bukan hanya sebatas rencana maupun unsur kepentingan politik. Mereka harus didengarkan/ disapa/ dicintai dan dibawa menemukan kembali apa yang menjadi kebahagiaan dalam hidup mereka dengan demikian mereka mendapatkan kebahagian dengan menerima dan memaakan masa lalu
.
Indonesia: Perempuan Yang Tertuduh
Reclaiming Indonesia - Year of truth
simak
*ibu Christina Sumarmiyati aktif berorganisasi melalui KIPER
Dibalik pilu dan sedihnya kisah masa lalu dikarenakan ketidak adilan akan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh para oknum tak bermanusiawi, ada secercah kebahagian dari para wanita kuat lanjut usia. Mereka tergabung dalam suatu organisasi yang dinamakan Kiper, yakni Kiprah Perempuan. Kiper merupakan paguyuban perempuan (korban 65) yang memiliki idealisme untuk tetap memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Para perempuan kuat ini merupakan seniman pula, mereka mempunyai karya yang berupa syair lagu. Syair lagu itu ditulis dan diciptakan saat mereka terpenjara di Wirogunan, Yogyakarta. Lagu mereka lucu, sederhana, dan membekas di hati para pendengarnya. Simak penampilan dari KIPER.. [Talitha]
simak 450 ‘entry’ lainnya pada link berikut
Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966
Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)
loading...
0 Response to "Perempuan Yang Tertuduh : Kisah Christina Sumarmiyati Penyintas '65 Yang Tak Kunjung Meraih Keadilan"
Posting Komentar