loading...

Jejak Langkah Oey Hay Djoen [Tapol 001] : Dari Gerilyawan Kota, Parlemen, Buru hingga Buku (1929-2008)

loading...
Jejak Langkah Oey Hay Djoen [Tapol 001] : Dari Gerilyawan Kota, Parlemen, Buru hingga Buku (1929-2008)
Di Posting Oleh : Berita Dunia (Ibrahimdera)
Kategori : Cidurian 19 das kapital Frederic Engels genosida 1965 hasta mitra Karl Marx lekra OEY HAY DJOEN tapol 001 tapol 65 ultimus bandung

foto oleh Robmirah (dari karya sketsa Peter Gentur)

 Di Pulau Buru ia ditempatkan di Unit III yang dikenal sebagai unit die hard bersama Pramoedya Ananta Toer dan Rivai Apin. Sikap kerasnya menyambung perlawanan kaum naturalisten yang tidak mau bekerjasama dengan penguasa kolonial di Boven Digoel 40 tahun sebelumnya. Ia tetap membaca dan berkarya, antara lain menerjemahkan karya klasik Plato, Republic, dari edisi buku saku berbahasa Inggris dan panduan akupunktur yang disusun Felix Mann, pendiri dan ketua pertama Medical Acupuncture Society. Tapi kerja intelektual ini berimbang dengan kerja fisik. Hersri Setiawan, yang juga ditahan di Pulau Buru, dalam pidato untuk menghormati Oey bercerita bahwa Oey yang tidak punya latar belakang petani pernah memenangkan lomba menanam benih di sawah yang baru digarap. Oey termasuk rombongan terakhir yang dilepas dari Pulau Buru bersama Pramoedya, Rivai Apin, Hasjim Rachman dan Karel Supit. Penguasa militer terus terang bilang bahwa mereka adalah rombongan die hard yang harus dipisahkan dari tahanan lain.

.......

 “Kita tidak mungkin melakukan semua hal. Kemampuan kita ada batasnya. Yang penting adalah bagaimana mengorganisasi kekuatan kita yang terbatas ini.” Sering ia menyitir ucapan Njoto, sahabat dan gurunya, “ibarat kerikil yang dilempar dalam air. Jika kita genggam kerikil dan melemparnya ke air, maka permukaan air akan kacau. Tapi jika kita melempar satu kerikil ke tengah air, maka riaknya akan terus bergelombang ke tepian.”

 baca selengkapnya  Mengenang Oey Hay Djoen (1929-2008) – Hilmar Farid

 

 

 

Dari Lensa Oey Hay Djoen – “Geliat Republik Baru” (1950 – 1965)

*jejak langkah Oey Hay Djoen seiring Geliat Republik Baru (cat admin)

diproduksi oleh ISSI

Sejak 2005 Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) diberi kepercayaan untuk merawat ratusan foto dari koleksi keluarga Oey Hay Djoen. Foto-foto ini menggambarkan perjalanan hidup Oey Hay Djoen beserta keluarganya dan berbagai aktifitas politik dan kebudayaan yang berlangsung antara 1955-1965. ISSI bersama seniman grafis Alit Ambara menyusun rangkaian foto dari dua sisi sejarah: sejarah keluarga dan sejarah bangsa untuk memperlihatkan persinggungan antar keduanya dan pengaruh yang satu terhadap yang lain. Rangkaian foto ini juga disusun berdasarkan tema-tema yang tercantum di dalam silabus pengajaran sejarah di sekolah menengah. Secara keseluruhan situs ini diharapkan akan dapat membantu para guru dan siswa untuk mempelajari sejarah Indonesia dengan bahan-bahan penunjang yang beragam bentuk maupun isinya.






Film Tjidurian 19: Rumah Budaya yang Dirampas (Seized Culture House)

Kediaman Oey Hay Djoen, anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang juga menjadi wakil rakyat dari Partai Komunis Indonesia, dihibahkan untuk dijadikan markas Lekra. Dulu, alamatnya di Jalan Cidurian 19, bilangan Menteng, Jakarta Pusat.


*satu diantaranya diberikan kepada Oey Hay Djoen

 

 

2 tulisan (feature dan opini) serta puisi Oey Hay Djoen

Oey Hay Djoen


sumber: Sosialisme Hari Ini dan Hari Esok Bangsa-Bangsa
Penerbit: Pustaka Marxis 1 , Depagitprop CCPKI, Jakarta 1963.



poster nobodycorps internationale unlimited


PUISI-PUISI OEI HAY DJOEN
(disalin dari lampiran Orbituari yang ditulis JJ Kusni)

TITIPAN

melesat
dua kali melesat
bayangan
seperti anak panah
mengarah dan mengenai
sasaran
sajak a la haiku

ira iramanto
2007


YANG TIDAK MAU KETINGGALAN

1.
batang-batang bambu dikumpulkan
lubang besar buatan meteor
langit ketujuh sudah dibuka (kembali)
2.
padi bunting merunduk ke tanah
burung sriti pulang ke sarang
sang kekasih menengadah bulan
3.
kelelawar penuhi gua
di kelenteng sembahyang rebutan
orang bertapa digigit nyamuk
4.
lentera disusun bersab-sab
gelombang tinggi mengekang nelayan
berotak udang di mana-mana

ira iramanto
2008


SATU
seruling merindukan priangan
si kabayan menolong orang
kereta api menembus trowongan

DUA
berisik di kamar sebelah
goyang rumput di hembus angin
al maut menjemput nyawa

TIGA
air terjun tumpah menderu-deru
ada anak merenung nasib
pencerahan tak kunjung datang

EMPAT
sejuk pagi hari
periba datang menagih
burung besi terbang lalu

LIMA
gemerincing logam dihitung-hitung
gelombang pasang menjadi-jadi
berdamai dengan kematian

ENAM
ada srigala berburu mangsa
peziazah memungut bunga melati
rezeki menunggu di ujung jalan

TUJUH
genjer-genjer lembah gemulai
gunung meledak marah merah
gambar telentang diinjak-injak orang

DELAPAN
kunang-kunang bermain terang
tak kunjung pulang si anak hilang
berdangdut rian di pasar malam

SEMBILAN
kuku harimau diikat emas putih
jago silat siap berlaga
banjir bandang menyapu bersih

SEPULUH
gereja di atas bukit
ikan berlompatan dalam kolam
pasukan pulang dari medan perang

WELASAN
memang sepuluh ditambah satu
meratapi orang yang dipanggil pulang
omong kosong disepuh emas
di saiang bolong
orang terkapar di tengah pasar
dikutuk sesat bertubi-tubi
layangan bersambit-sambitan
pahlawan pulang berarah-darah
rumput bergoyang hanya sekali

ira iramanto
2008

 

foto oleh Robmirah (dari acara Mengenang 10 Tahun Meninggalnya Oey Hay Djoen)

 


Beberapa karya terjemahan Oey Hay Djoen (dari sekitar 30an buku)

(sebagian besat diterbitkan oleh Hasta Mitra dan Ultimus



KARL MARX – Brumaire XVIII Louis Bonaparte; KARL MARX – KAPITAL Buku 02; Proses Sirkulasi Kapital; KARL MARX – KAPITAL Buku 03; Proses Produksi Kapitalist Secara Menyeluruh; KARL MARX – Kemiskinan Filsafat; KARL MARX – Kerja Upahan dan Kapital; KARL MARX – Upah Harga dan Laba; KARL MARX – Asal-usul Kapitalis Industri; Marx & Engels – Keluarga Suci; Marx & Engels – Manifesto Partai Komunis; FREDERIC ENGELS – Ludwig Feuerbach dan Akhir Filsafat Klasik Jerman; FREDERIC ENGELS – Anti Duhring; FREDERIC ENGELS – Masalah Perumahan; FREDERIC ENGELS – Perang Tani di Jerman; FREDERIC ENGELS – Tentang Das Kapital Marx; FREDERICK ENGELS – Dialektika Alam; G.V. Plekhanov – Masalah2 Dasar Marxisme; G.V. Plekhanov – Seni & Kehidupan Sosial; G.V. Plekhanov – Sosialisme Utopian Abad XIX



Orbituari dan Kesan Perjumpaan

Akhir Perjalanan Sang 001 - Amarsan Loebis

OBITUARI Selamat Jalan Oey Hay Djoen – JJ. Kusni

Pak Oey dan Sumbangan Akademiknya – Ulil Abshar Abdalla

Pelurusan Sejarah, Mungkinkah? – F Pascaries

Siapa MauJadi Penerjemah ? – F Pascaries

 

liputan koran

Oey Hay Djoen: Cerita Soal ‘Tahanan Politik 001’ - cnn indonesia


Bringing ‘Das Kapital’ to Indonesia – Evi Mariani




Hanya dalam delapan bulan, Oey Hay Djoen berhasil merampungkan penerjemahan Das Kapital ke dalam bahasa Indonesia. Setelah 138 tahun jadi misteri, kini karya besar Karl Marx itu terbuka lebar untuk pembaca Indonesia. Masih relevankah?
simak juga wawancara Ini Kultural, Bukan Politik


unduh


journals.ateneo.edu

Due to the recent global crises, Karl Marx's fundamental work, Das Kapital (1867), has seen a resurgent interest. This renewed interest has also resulted in the production of several new translations of this work into various languages. It was quite a coincidence therefore that the first complete translation into Bahasa Indonesia was published as Kapital: Sebuah Kritik Ekonomi Politik in Jakarta by the Hasta Mitra Press in 2004. The translator was Oey Hay Djoen (1929-2008), an activist and former political prisoner on Buru island during the Soeharto Orde Baru regime. According to Oey, he used Ben Fowkes's English translation for the Penguin edition (1971) as the primary basis for his own translation. Oey also translated the second and third volumes of Das Kapital into Bahasa Indonesia aside from numerous other works by Marx and Engels. Focusing exclusively on the celebrated first chapter of Das Kapital (volume 1), this study will attempt a preliminary translation analysis of Oey's Bahasa Indonesia translation.





simak 470 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)


14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o

13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)

Bookmark and Share

loading...

0 Response to "Jejak Langkah Oey Hay Djoen [Tapol 001] : Dari Gerilyawan Kota, Parlemen, Buru hingga Buku (1929-2008)"

Posting Komentar