loading...

Djawoto : Karena Prinsip dan Penentangannya Terhadap 'Kudeta' Soeharto, Ia Meninggalkan Jabatan Duta Besar Indonesia untuk RRT dan Mongolia #Eksil65

loading...
Djawoto : Karena Prinsip dan Penentangannya Terhadap 'Kudeta' Soeharto, Ia Meninggalkan Jabatan Duta Besar Indonesia untuk RRT dan Mongolia #Eksil65
Di Posting Oleh : Berita Dunia (Ibrahimdera)
Kategori :

MENGENANG 100 TAHUN DJAWOTO
Dikumpulkan oleh:
Perhimpunan Dokumentasi Indonesia

Djawoto (Riwayat Singkat)



sumber foto https://jv.wikipedia.org/wiki/Djawoto


Djawoto lahir pada 10 Agustus 1906 di Tuban Jawa Timur dari keluarga Pangrehprojo. Setelah menamatkan sekolah menengahnya, ia mengikuti kursus guru dan kemudian menjadi guru dari berbagai sekolah swasta antara lain di Taman Siswa pimpinan Ki Hadjar Dewantara, Pamong Putra dan Tjahaya Kemadjuan, Kepu Jakarta. Sejak tahun 1927 selama 15 tahun menjadi guru.
Pada tahun 1927 ia tinggal di Makasar dan menjadi sekretaris PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) pimpina Tjokroaminoto cabang Makasar, tidak lama kemudian pada tahun itu juga ia pindah masuk ke PNI (Partai Nasional Indonesia) pimpinan Ir. Sukarno cabang Makasar.

Ketika PNI (Partai Nasional Indonesia) dibubarkan oleh Mr. Sartono, Djawoto masuk kedalam PNI (Pendidikan Nasional Indonesia) dibawah pimpinan Sjahrir. Sesudah Indonesia Merdeka, Djawoto masuk ke dalam partai Sosialis pimpinan Amir Sjarifudin dan Sjahrir, ia dipilih sebagai Kepala Departemen Pendidikan dari partai tersebut. Ketika partai Sosialis pecah pada bulan Februari 1948, grup Sjahrir dan grup Amir Sjarifudin masing-masing membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan Partai Sosialis, Djawoto tidak masuk kedua belah pihak, dan memusatkan tenaga pada Kantor Berita ANTARA.

Selama perang dunia II Djawoto bekerjasama dengan Adam Malik dalam Kantor Berita Domei (satu-satunya Kantor berita pada waktu pendudukan Jepang). Sejak tahun 1928 ia mulai menulis sampai periode datangnya tentara pendudukan Jepang. Pada tahun 1945 Kantor Berita ANTARA dibuka kembali, yang selama periode pendudukan Jepang di Indonesia KB ANTARA ditutup, Djawoto masuk kembali ke KB ANTARA. Ketika Jogyakarta menjadi ibukota Republik Indonesia, KB ANTARA juga pindah di Jogyakarta dan Djawoto dipilih menjadi pemimpin Redaksi.

Sejak tahun 1946 Djawoto menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita ANTARA dan pada tahun-tahun 50-an menjadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, kemudia ia dipilih kembali menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada kongresnya yang diadakan di Makasar 26 Mei 1961.

Djawoto seorang otodidak, menguasai bahasa Belanda, Inggris dan mempelajari banyak Ilmu Pengetahuan, ia menekuni ilmu pengetahuan ekonomi politik, Djawoto terjun ke bidang Kewartawanan dengan belajar sendiri, setiap hari membaca, itulah kegiatannya setiap hari. Bukunya "Jurnalistik dalam Praktek" adalah hasil pengalaman pekerjaannya se hari-hari.

Kantor Berita ANTARA yang semula berstatus Yayasan dirubah menjadi Lembaga Kantor Berita ANTARA atas keputusan Presiden Sukarno.
Pada tahun-tahun 50-an Djawoto memimpin Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok, sesudah menjabat menjadi Duta Besar untuk Republik Rakyat Tiongkok, pimpinan Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok dipimpin oleh Suroto, rekannya dalam KB ANTARA.

Djawoto terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Asia-Afrika pada tanggal 24 April 1963 atas keputusan Konferensi Wartawan Asia-Afrika yang diadakan di Jakarta. Setelah Djawoto diangkat jadi Duta Besar untuk Republik Rakyat Tiongkok pada pertengahan tahun 1964, maka jabatan sehari-hari sekretariat jenderal ditangani oleh Jusuf Isak.

Djawoto diangkat menjadi anggota DPR Gotong Royong, anggota MPRS, anggota Pengurus Besar Front Nasional dan juga anggota Dewan Pertimbangan Pers (1963)

Sesudah Jenderal Suharto mendapat Surat Perintah 11 Maret 1966 dan menangkapi Mentri-Mentri Kabinet Sukarno dan Presiden Sukarno sendiri kehilangan kekuasaannya, maka pada tanggal 16 April 1966 Djawoto meninggalkan jabatannya sebagai Duta Besar Luarbiasa berkuasa penuh untuk Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Rakyat Mongolia. Pada tanggal 20 April 1966 memimpin sidang Sekretariat Persatuan Wartawan Asia-Afrika di Peking.

Kurang lebih 15 tahun bertempat tinggal di Tiongkok, pada tahun 1979 bermukim di Negeri Belanda. Djawoto meninggal pada tanggal 24 Desember 1992 di Amsterdam.











































Statement of Former Indonesian Ambassador Mr Djawoto to The Press On April 1966 (Pernyataan Pers Tentang Sikap Politik Djawoto Atas Perubahan Politik dan Kudeta Soeharto)













Tulisan/Ceramah Djawoto




Pembukaan Akademi Jurnalistik DR Rivai
Pokok-pokok Ceramah Djawoto Ketua Pengurus Pusat PWI






Lain-lain



* wartawan yang dimaksud adalah Ibu Rusiyati (ini adalah ringkasan dari wawancara oleh Kerry Brogan, terlampir)
Disampaikan pada peringatan 100 tahun Djawoto yang mengambil tema “Perjuangan Wartawan Indonesia untuk Kemerdekaan Nasional, Kebebasan Pers dan Demokrasi.”


Ketika beliau berusia 76 Tahun Pada tanggal 15 dan 16 November 1998 di Belanda
Oleh Kerry Brogan
Disunting oleh MiRa





simak 400 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966


Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)


14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o





13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
Bookmark and Share
loading...

0 Response to "Djawoto : Karena Prinsip dan Penentangannya Terhadap 'Kudeta' Soeharto, Ia Meninggalkan Jabatan Duta Besar Indonesia untuk RRT dan Mongolia #Eksil65"

Posting Komentar