loading...

Putusan Majelis Hakim International People's Tribunal 1965 (IPT 1965) : Terbukti Berlangsungnya Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dan Kejahatan Genosida 1965-1966

loading...
Putusan Majelis Hakim International People's Tribunal 1965 (IPT 1965) : Terbukti Berlangsungnya Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dan Kejahatan Genosida 1965-1966
Di Posting Oleh : Berita Dunia (Ibrahimdera)
Kategori : beasiswa Berita Guru Berita Kampus Berita Mahasiswa bisnis download

karya Koes Komo
Temuan dan Rekomendasi Majelis Hakim International People’s Tribunal 65

Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

Final Report of the International People’s Tribunal on Crimes Against Humanity in Indonesia 1965
Laporan Akhir Pengadilan Rakyat Internasional 1965

17200958_10210844793663607_6927964509312915797_n


Edisi dua bahasa: Inggris dan Indonesia
diterbitkan oleh International People’s Tribunal on 1965 Crimes Against Humanity in Indonesia
Indonesia: YLBHI, Jl. Diponegoro 74, Jakarta Pusat, 10320, Tel.+62-21-3929840
Netherlands: Stichting IPT 1965, Willem de Zwijgerlaan 134, 2582 EV the Hague
Cetakan 1
Februari 2017
Soft cover
392 halaman
14,5 x 20,5 cm
ISBN 978-602-8331-79-1
Harga @Rp75ribu tambah ongkos kirim
Buku ini bisa dipesan melalui:
(3) SMS 08122456452
(4) WhatsApp 08112271267
Transfer melalui rekening Bank BCA / Mandiri / BNI / CIMB Niaga.

“Final Report ini bacaan yang amat berharga. Bukan hanya menjelaskan tentang sebuah masa yang barbar: tapi rekaman tentang peristiwa kelam yang menuntut pertanggung-jawaban. Bisa disebut inilah ‘cicilan’ awal dari pengadilan hari akhir: tiap orang bersaksi, membuka bukti dan menjelaskan kronologi. Pasti dokumen ini tak mudah beredar karena banyak kalangan takut dan gemetar. Terutama mereka yang punya tanggung jawab dan peran. Jujur ini memang masa lalu. Tak mungkin kita mengabaikanya. Kalau kita menuntut untuk melupakanya itu sama halnya dengan mengabaikan akal sehat, hati nurani dan sejarah diri kita sebagai manusia dan bangsa. Kata seorang sufi: Jika kita ingin menjalani hidup lihatlah masa depan tapi untuk merenungi kehidupan pandanglah masa lalu. Keduanya telah jadi dasar kelangsungan hidup manusia dan harusnya itu bekal sebuah bangsa bangun kehormatan. Paling tidak dokumen ini telah meluncur dengan kebenaran yang sulit disanggah. Kita bukan lagi pembaca tapi hakim dari sebuah zaman yang punya makna ganda: mengabaikannya itu berarti kita membuka pintu hukuman serupa di masa mendatang atau membukanya sehingga kita dijauhkan dari takdir kekejaman yang siap menyambut. Setidaknya kalau membuka, mengakui dan menghukum kita akan bangga berdiri di masa depan: meletakkan keadilan pada tahta yang layak dan meneguhkan diri sebagai bangsa manusia bukan kumpulan kaum jahanam”


IPT 1965 hadir karena pembiaran pemerintah Indonesia selama puluhan tahun. Pembiaran adalah garam yang ditaburkan pada luka, sebermulanya adalah duka yang menjadi gejolak dan murka. Sebagaimana ibadah yang telah usai, kumandang liturgi 1965 di Den Haag memiliki hak penuntutan, tetapi tidak untuk pelaksanaan keputusan. Sebuah pembalasan yang khidmat bagi tata sejarah yang tak pernah henti berkhianat, karena kekerasan tak selalu dibalas berhadapan. Hingga akhirnya semua kelam, semuanya menebal.

dipetik dari ulasan buku Hartmantyo Pradigto Utomo
Usai pembacaan putusan final International People’s Tribunal kasus pembantaian massal 1965, saya merenung sendiri. Takjub dengan hasil Hakim Ketua Zakeria Yacoob yang mengatakan bahwa peristiwa pemenjaraan, penghilangan paksa, hingga pembunuhan massal pada 1965 adalah genosida.
Bagaimana mungkin seorang hakim yang buta menyimpulkan demikian? Bagaimana dia dapat merasakan apa yang dirasakan oleh keluarga korban bahkan korban sendiri.
Dia tidak di sana, kalaupun dia di sana, dia tidak bisa melihat langsung. Dia bahkan bukan Warga Negara Indonesia.
“Kalau kau baca buku ini (Putusan Final IPT 1965), artinya kau peduli pada masa depan bangsa yang ada di tanganmu.”
“Kalau kau baca buku ini (Putusan Final IPT 1965), artinya kau peduli pada masa depan bangsa yang ada di tanganmu.”
Dolorosa Sinaga
“Saudara-saudaraku yang baik, yang dirahmati Allah, wabil khusus kaum muslimin wal muslimat yang berkomitmen terhadap perjuangan kemanusiaan. Kalau panjenengan belum membaca “Final Report of The International People’s Tribunal on Crimes Against Humanity in Indonesia 1965” bisa langsung pesan bukunya di penerbit @ultimus. Dan selanjutnya mari kita diskusikan di berbagai ruang-ruang akademik, dan di berbagai majelis ilmu yang insyaallah dirahmati Allah. Apa yang lebih Islami ketimbang mengatakan benar sebagai benar? Apa yang lebih Islami ketimbang keadilan? Tak ada. Selain itu hanya kepura-puraan.
Membaca buku ini. Panjenengan tak hanya akan menemukan banyak informasi di dalamnya, lebih jauh dari itu, buku ini mengajak kita semua untuk berefleksi mengenai apa itu kejahatan terhadap kemanusiaan, yang secara simultan direproduksi hingga kini.” – Gus Roy Murtadho

*BIBLIOGRAFI ONLINE – BACAAN LEBIH LANJUT  (ADA 26 BUKU REFERENSI DI DALAM BIBLIOGRAFI TERBITAN FINAL REPORT INI, SETENGAH DIANTARANYA BISA DIAKSES DAN DI UNDUH ONLINE). SILAKAN

Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto – John Roosa

A PRELIMENARY ANALYSIS OF THE OCTOBER 1, 1965 COUP IN INDONESIA – BENEDICT ANDREASON AND RUTH MC VEY

THE INDONESIAN KILLINGS OF 1965-1966: STUDIES FROM JAVA AND BALI – ROBERT CRIBB

INDONESIA 65 DOCUMENTS AMNESTY INTERNASIONAL

WITNESS DENIED: THE AUSTRALIAN RESPONSE TO THE INDONESIAN HOLOCAUST, 1965-66 RICHARD TANTER 

Power and Impunity : Human rights under the new order Amnesty International

The Initial Purging Policies after the 1965 Incident at Lubang Buaya – Yosef Djakababa

Pernyataan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang Hasil Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa 1965-1966(Executive Summary)

CASE STUDY: THE INDONESIAN KILLINGS OF 1965-1966 DR KATHARINE E.MCGREGOR

PENGAKUAN ALGOJO 65 / Requiem for a Massacre – The Look of Silence

Economists with Guns: Authoritarian Development and U.S.-Indonesian Relations, 1960-1968 (presentation) 



kunjungi dan unduh pula himpunan karya akademik disertasi, tesis dan artikel ilmiah lainnya

Kumpulan Tesis dan Disertasi Terkait Genosida 1965



Ringkasan Temuan dan Rekomendasi Sidang IPT 1965
Ringkasan Temuan dan Rekomendasi Sidang IPT 1965
Laporan keputusan final IPT 1965 ini memuat temuan dan 10 tindakan kejahatan kemanusiaan. Hasil temuannya antara lain, Indonesia bertanggung jawab dan bersalah atas kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan atas tindakan dan perbuatan tidak manusiawi, khususnya yang dilakukan oleh pihak militer melalui sistem komando.
Semua tindakan tidak manusiawi tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari serangan sistemik yang menyeluruh terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi-organisasi terkait, termasuk pemimpin, anggota, pendukung dan keluarga mereka (termasuk mereka yang diduga simpatisan) bahkan mereka yang tidak memilliki hubungan dengan PKI.
Serangan ini berkembang luas menjadi sebuah tindakan pembersihan menyeluruh atas pendukung Presiden Sukarno dan anggota radikal Partai Nasional Indonesia.
Setiap tindakan tidak manusiawi adalah sebuah kejahatan di Indonesia dan di banyak negara-negara beradab di dunia.
Serangan yang dilakukan dipicu oleh propaganda yang menyesatkan yang akan dibahas lebih lanjut di bawah.
Keterangan di bawah juga akan memberi penjelasan atas tindakan-tindakan tidak manusiawi yang menjadi bagian dari serangan yang dilakukan.
Laporan ini juga menyebut bahwa Indonesia juga telah gagal mencegah tindakan tidak manusiawi yang terjadi dan juga menghukum pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tindakan tidak manusiawi tersebut.
Fakta bahwa sebagian kejahatan yang terjadi dilakukan oleh baik pihak-pihak tertentu yang terkait dengan negara, maupun mereka yang disebut sebagai pelaku lokal yang spontan tidak membebaskan negara dari kewajiban negara untuk mencegah kejahatan kemanusiaan yang terjadi dan menghukum yang bersalah.
Tindakan kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan meliputi:
  1. Pembunuhan. 
Jumlah orang yang terbunuh kemungkinan besar diperkirakan sekitar 400.000 sampai 500.000 orang. Namun, mengingat bahwa kasus ini masih dirahasiakan, jumlah korban sebenarnya bisa lebih tinggi atau mungkin saja lebih rendah. Pembunuhan brutal yang terjadi menyeluruh merupakan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan juga pelanggaran atau hukum Indonesia, termasuk UU KUHP pasal 138 dan 140, khususnya UU No20/2000. Pembunuhan yang terjadi merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
  1. Hukuman Penjara. 
Data statistik yang ada tidak cukup untuk menunjukkan berapa jumlah sebenarnya orang ditahan, termasuk tahanan buruh paksa dan  budak virtual, namun diperkirakan jumlahnya sekitar 600.000 orang dan mungkin saja lebih besar dari itu. Tindakan pemenjaraan yang tidak melalui proses hukum adalah sebuah bentuk kejahatan di Indonesia dan di sebagian besar banyak negara pada waktu itu. Tindakan pemenjaraan tanpa pengadilan juga merupakan sebuah tindakan kejahatan serius terhadap kemanusiaan dan pelanggaran UU No. 26/2000. Tindakan tersebut juga merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
  1. Perbudakan. 
Ada bukti cukup yang menunjukkan bahwa orang-orang yang ditahan dipaksa untuk melakukan kerja paksa di bawah kondisi yang bisa dikategorikan sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan juga pelanggaran atas Konvensi mengenai Kerja Paksa tahun 1930 juga juga pelanggaran atas hukum Indonesia, terutama UU No.26/2000. Tindakan tersebut juga merupakan bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
  1. Penyiksaan. 
Adanya bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya penyiksaan dalam skala besar yang dilakukan terhadap tahanan pada masa terjadinya pembunuhan massal dan pemenjaraan. Banyak kejadian penyiksaaan direkam dalam laporan Komnas HAM dan Komnas Perempuan dan pada kasus-kasus individual yang digambarkan dalam pernyataan saksi dan bukti tertulis. Ada peraturan ekplisit di sistim perundang-undangan Indonesia yang menentang penyiksaan, kemudian ada larangan total terhadap tindakan penyiksaan dalam hukum internasional. Tindakan penyiksaan ini merupakan  bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
  1. Penghilangan secara paksa. 
Adanya bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya tindakan penghilangan secara paksa dalam skala besar, yang terkadang dilakukan sebelum memenjarakan atau menyiksa korban, sementara pada kasus-kasus lainnya, nasib para korban tidak pernah diketahui. Bukti-bukti ini terdapat dalam laporan Komnas Ham dan diberikan oleh saksi dan studi kasus yang di hadapan sidang Tribunal. Penghilangan secara paksa dilarang dalam hukum internasional. Tindakan penghilangan secara paksa  ini merupakan  bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
  1. Kekerasan seksual. 
Bukti adanya kekerasan seksual yang tercatat  pada laporan Komnas perempuan dan diserahkan baik secara lisan maupun tulisan terbukti menyakinkan. Bukti-bukti detil yang diberikan pada sidang Tribunal semua saling mendukung fakta dan memberikan gambaran akan adanya tindakan kekerasan seksual yang sistemik terhadap perempuan yang diduga terlibat dengan PKI. Tindakan kekerasan ini meliputi pemerkosaan, penyiksaan seksual, perbudakan seksual dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya. Bentuk-bentuk kekerasan ini telah dan masih dinyatakan sebagai tindakan kejahatan, khususnya Undang-undang No. 26/2000, dan juga termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai bagian dari serangan sistematik yang menyeluruh terhadap PKI dan semua yang dianggap terkait dengan partai tersebut.
  1. Pengasingan. 
Para warga negara Indonesia yang paspornya disita ketika berada di luar negeri telah kehilangan hak kewarganegaraannya. Aturan atas tindakan pengasingan yang dipaksa atau terjadi secara sukarela, selain merupakan tindakan tidak manusiawi, adalah merupakan bentuk serangan menyeluruh sebuah negara terhadap warga negaranya sendiri dan mungkin merupakan sebuah bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
  1. Propaganda. 
Versi resmi atas apa yang terjadi pada orang-orang yang ditangkap di Lubang Buaya sepenuhnya tidak benar. Fakta yang sebenarnya terjadi diketahui oleh para pimpinan militer di bawah Jendral Suharto dari sejak awal namun kemudian sengaja dipelintir untuk kepentingan propaganda. Kampanye propaganda yang disebar terkait orang-orang yang terlibat dengan PKI membenarkan tindakan penuntutan hukum, penahahan dan pembunuhan para tersangka dan melegitimasi kekerasan seksual dan segala tindakan tidak manusiawi yang dilakukan. Propaganda yang bertahan selama 3 dekade ini memberikan kontribusi tidak hanya pada penolakan terpenuhinya hak sipil para penyintas dan juga pemberhentian tuntutan atas mereka. Menyebarkan propaganda sesat untuk tujuan melakukan tindakan kekerasan adalah sebuah tindakan kekerasan itu sendiri. Tindakan mempersiapkan sebuah kejahatan tidak bisa dipisahkan dari kejahatan itu sendiri. Bentuk persiapan semacam ini memberikan jalan dan merupakan bagian awal dari serangan sesungguhnya.
  1. Keterlibatan negara lain. 
Amerika, Inggris dan Australia semua terlibat atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan meskipun dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda. Amerika memberi dukungan cukup kepada militer Indonesia, dengan mengetahui bahwa mereka akan melakukan sebuah pembunuhan massal, tindakan kejahatan atas dugaan keterlibatan negara-negara lain dalam kejahatan terhadap kejahatan dengan demikian dijustifikasi. Bukti paling jelas adalah adanya daftar nama pejabat PKI dimana ada dugaan bahwa akan adanya penangkapan atau pembantaian atas  nama-nama tersebut. Inggris dan Australia melakukan kampanye propaganda yang menyesatkan berulang-ulang dari pihak militer dan mereka melanjutkannya dengan peraturan, bahkan setelah terbukti bahwa tindakan pembunuhan dan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan benar-benar terjadi secara massal dan tidak pandang bulu. Hal ini membenarkan dugaan akan adanya keterlibatan negara-negara lain dalam tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pemerintah di negara-negara yang disebutkan di atas menyadari dan mengetahui penuh apa yang sedang terjadi di Indonesia  melalui laporan diplomatik dari kontak yang berada di lapangan atau dari media barat.
  1. Genosida. 
Fakta-fakta yang dihadirkan di Sidang Tribunal oleh penuntut  termasuk tindakan-tindakan yang disebutkan dalam Konvensi Genosida. Tindakan-tindakan tersebut dilakuan untuk melawan bagian substansif negara Indonesia atau kelompok nasional, sebuah kelompok yang dilindungi dalam konvensi genosida. Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud khusus untuk menghancurkan atau membinasakan kelompok tersebut secara bagian atau keseluruhan. Hal ini juga berlaku pada kejahatan yang dilakukan pada kelompok minoritas Cina. Indonesia terikat pada ketentuan Konvensi Genosida tahun 1948 di bawah hukum internasional.

Apa rekomendasi sidang IPT 1965?
Laporan ini menghimbau pemerintah Indonesia untuk segera dan tanpa pengecualian:
  • Minta maaf pada semua korban, penyintas dan keluarga mereka atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh negara  dan tindakan kejahatan lainnya yang dilakukan negara dalam kaitanya dengan peristiwa 1965.
  • Menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan.
  • Memastikan akan adanya kompensasi yang setimpal dan upaya ganti rugi bagi semua korban dan penyintas.
Laporan ini mendukung dan menghimbau semua otoritas yang terkait untuk memperhatikan dan mematuhi, antara lain:
  1. Himbauan Komnas Perempuan untuk dilaksanakannya penyelidikan penuh oleh pemerintah Indonesia dan juga pemberian kompensasi utuh bagi korban penyintas dari kekerasan seksual dan keluarga mereka.
  2. Himbauan Komnas HAM bahwa Kejaksaan Agung harus bertindak atas laporan tahun 2012 untuk melakukan penyelidikan atas apa yang dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di tahun 1965 dan sesudahnya.
  3. Himbauan yang diberikan para korban dan individu termasuk kempok HAM Indonesia agar pemerintah dan seluruh sektor untuk:

  4. Melawan impunitas dan sepakat bahwa impunitas untuk kejahatan serius di masa lalu yang berlawanan dengan nilai-nilai kemanusiaan meracuni masyarakat dan memunculkan bentuk kekerasan baru.
  5. Merehabilitasi para korban dan menghapus segala jenis tuntutan dan larangan yang dilakukan pihak otoritas yang menghalangi mereka untuk menikmati secara penuh hak-hak asasi mereka yang dijamin di bawah undang-undang Indonesia dan internasional.
  6. Menentukan kebenaran tentang apa yang terjadi di tahun 1965 sehingga generasi masa depan dalam belajar dari masa lalu.

Simak 470 ‘entry’ lainnya pada link berikut

Daftar Isi Perpustakaan Genosida 1965-1966






Road to Justice : State Crimes after Oct 1st 1965 (Jakartanicus)

14542544_1036993449746974_4443364972569517121_o



13047818_10209343119272764_8338060706038815101_o13043485_10209343122352841_1135692553504633931_n (1)

Definisi yang diusulkan D. Nersessian (2010) untuk amandemen/ optional protocol Konvensi Anti-Genosida (1948) dan Statuta Roma (2000) mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional. (disalin dari Harry Wibowo)
Bookmark and Share
loading...

0 Response to "Putusan Majelis Hakim International People's Tribunal 1965 (IPT 1965) : Terbukti Berlangsungnya Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dan Kejahatan Genosida 1965-1966"

Posting Komentar