loading...
Al-Ma’arij: Lubang Cacing atau Wormhole, Star Gate untuk Melihat Masa Depan dan SurgaDi Posting Oleh : Berita Dunia (Ibrahimdera)
Kategori : studi
KBAA -- Kajian ilmu tasawuf memiliki banyak sub-pembahasan. Namun, buku ini hanya fokus membahas jalan menuju Surga Allah.
Kajian dalam buku ini sangat menarik. Sebab, kebanyakan literatur dan informasi yang berkembang di masyarakat meyakini surga baru bisa dicapai (dilihat) setelah hari kiamat. Buku Wormhole: Jalan Pintas Menuju Surga berargumentasisebaliknya. Penulisbukuini, Agus Mustofa, berpendapat surga itu sudah ada dan berada di Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Ini didasarkan pada Mikraj yang dialami oleh Nabi Muhammad dan informasi dari QS An-Najm ayat 14.
Menurut Agus, Nabi Muhammad melakukan mikraj ke Sidratul Muntaha dengan badan (fisik) dan itu dilakukan lewat jalan pintas. Sebab, menurut perkiraan astrofisika dibutuhkan jutaan tahun untuk sampai ke langit ke tujuh lewat jalur biasa. Jalan pintas itu oleh Alquran disebut Al-Ma’arij (tempat untuk naik). Itu didasarkan pada informasi dari QS Al-Ma’arij ayat 3-4, “Dari Allah, Yang mempunyai tempat- tempat naik (menuju langit yang lebih tinggi).
Para malaikat dan Jibril naik kepada- Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun (kecepatan cahaya)”. Sedangkan, dalam teori astrofisika disebut wormhole (terowongan dimensi yang bisa mengantarkan seseorang untuk mencapai tempat yang jauh dalam waktu singkat). Wormhole ini mudah runtuh akibat besarnya gravitasi yang ada di dalamnya.
Akibatnya, sulit ditemukan. Namun, bagi malaikat yang diberi tugas oleh Allah untuk mengurusi bumi dan manusia tentu sudah hafal dan mudah menemukan serta melewati Al-Ma’arij tersebut, termasuk ketika malaikat Jibril mengantarkan Nabi Muhammad saat mikraj. Agar bisa melewati Wormhole, manusia membutuhkan energi yang sangat besar untuk menciptkan anti-gravitasi secara seimbang agar lorong yang terbentuk tidak runtuh.
Sekarang belum ditemukan, namun penulis buku ini optimistis akan ditemukan di masa depan. Sebab, secara teori (science) astrofisika seperti yang saya sebutkan di atas dan informasi dari Alquran sangat dimungkinkan. Dalam QS Ar-Rahman ayat 33 disebutkan, “Hai jamaah jin danmanusia, jika kamusanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka tembuslah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Penulis menafsirkan kata kekuatan (sulthon) dengan penguasaan teknologi modern yangcanggih. Selain secara fisik, keberadaan surga bisa dilihat (capai) sebelum kiamat secara spiritual. Cara ini hanya bisa dicapai oleh manusia yang telah mencapai kesadaran tauhid. Sebab, Allah akan membukakan pintu- pintu alam berdimensi lebih tinggi dan memperkuat daya jangkau penginderaan kepada mereka.
Ciri manusia yang memiliki kesadaran tauhid adalah manusia yang selalu merasakan kehadiran Allah di manapun dan kapan pun. Allah senantiasa dirasakan lebih dekat dari urat lehernya. Kemudian, mereka mampu meleburkan eksistensi dirinya menjadi satu dalam kesejatian diri-Nya (fana filla) atau wahdatul wujud. Ini didasarkan pada informasi dari QS Asa-Syu’araa ayat 90, “Dan didekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertaqwa”. Logikanya, Allah adalah awal dan pusat dari segala yang ada. Allah juga awal dan pusat dari segala kehidupan.
Pengetahuan dan kekuasaan Allah meliputi segala yang ada. Ketika jiwa dan otak (fuad) sebagai pusat kesadaran manusia telah tersambung dan menyatu dengan Allah (pusat segala yang ada dan kehidupan) maka otak (fuad) akan berfungsi seperti antena yang mampu menangkap atau menerawang keadaan yang sangat jauh dari posisi monitor TV atau komputer. Implikasinya, mereka bisa menyaksikan seluruh yang berada di dimensi langit ketujuhsepertisurgadanneraka dari jarak yang paling dekat (di sini).
Ibaratnya, kita bisa menyaksikan pertandingan sepak bola dari luar negeri di rumah kita masing-masing lewat TV. Manusia yang memiliki kesadaran tauhid sangat sedikit. Kebanyakan kesadaran masih pada level kesadaran inderawi sehingga mudah tertipu. Contoh, bulan di langit terlihat kecil, tetapi begitu di dekati ternyata besar.
Hanya, manusia tidak bisa menikmati surga dalam skala akhirat sebelum kiamat. Sebab surga adalah balasan bagi amal baik manusia. Balasan itu baru diberikan Allah setelah hari pengadilan pasca hari kiamat.
Zunaidi Abdulloh M.A,
mantan Ketua Umum Pesantren Mahasiswa Roudlotul Banin Al- Maskuriyah, Wonocolo, Surabaya, Periode 2007–2008 (sumber)
Lihat: Yayasan Mahmun Syarif Marbun
Kajian dalam buku ini sangat menarik. Sebab, kebanyakan literatur dan informasi yang berkembang di masyarakat meyakini surga baru bisa dicapai (dilihat) setelah hari kiamat. Buku Wormhole: Jalan Pintas Menuju Surga berargumentasisebaliknya. Penulisbukuini, Agus Mustofa, berpendapat surga itu sudah ada dan berada di Sidratul Muntaha di langit ke tujuh. Ini didasarkan pada Mikraj yang dialami oleh Nabi Muhammad dan informasi dari QS An-Najm ayat 14.
Menurut Agus, Nabi Muhammad melakukan mikraj ke Sidratul Muntaha dengan badan (fisik) dan itu dilakukan lewat jalan pintas. Sebab, menurut perkiraan astrofisika dibutuhkan jutaan tahun untuk sampai ke langit ke tujuh lewat jalur biasa. Jalan pintas itu oleh Alquran disebut Al-Ma’arij (tempat untuk naik). Itu didasarkan pada informasi dari QS Al-Ma’arij ayat 3-4, “Dari Allah, Yang mempunyai tempat- tempat naik (menuju langit yang lebih tinggi).
Para malaikat dan Jibril naik kepada- Nya dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun (kecepatan cahaya)”. Sedangkan, dalam teori astrofisika disebut wormhole (terowongan dimensi yang bisa mengantarkan seseorang untuk mencapai tempat yang jauh dalam waktu singkat). Wormhole ini mudah runtuh akibat besarnya gravitasi yang ada di dalamnya.
Akibatnya, sulit ditemukan. Namun, bagi malaikat yang diberi tugas oleh Allah untuk mengurusi bumi dan manusia tentu sudah hafal dan mudah menemukan serta melewati Al-Ma’arij tersebut, termasuk ketika malaikat Jibril mengantarkan Nabi Muhammad saat mikraj. Agar bisa melewati Wormhole, manusia membutuhkan energi yang sangat besar untuk menciptkan anti-gravitasi secara seimbang agar lorong yang terbentuk tidak runtuh.
Sekarang belum ditemukan, namun penulis buku ini optimistis akan ditemukan di masa depan. Sebab, secara teori (science) astrofisika seperti yang saya sebutkan di atas dan informasi dari Alquran sangat dimungkinkan. Dalam QS Ar-Rahman ayat 33 disebutkan, “Hai jamaah jin danmanusia, jika kamusanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka tembuslah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”.
Penulis menafsirkan kata kekuatan (sulthon) dengan penguasaan teknologi modern yangcanggih. Selain secara fisik, keberadaan surga bisa dilihat (capai) sebelum kiamat secara spiritual. Cara ini hanya bisa dicapai oleh manusia yang telah mencapai kesadaran tauhid. Sebab, Allah akan membukakan pintu- pintu alam berdimensi lebih tinggi dan memperkuat daya jangkau penginderaan kepada mereka.
Ciri manusia yang memiliki kesadaran tauhid adalah manusia yang selalu merasakan kehadiran Allah di manapun dan kapan pun. Allah senantiasa dirasakan lebih dekat dari urat lehernya. Kemudian, mereka mampu meleburkan eksistensi dirinya menjadi satu dalam kesejatian diri-Nya (fana filla) atau wahdatul wujud. Ini didasarkan pada informasi dari QS Asa-Syu’araa ayat 90, “Dan didekatkanlah surga kepada orang-orang yang bertaqwa”. Logikanya, Allah adalah awal dan pusat dari segala yang ada. Allah juga awal dan pusat dari segala kehidupan.
Pengetahuan dan kekuasaan Allah meliputi segala yang ada. Ketika jiwa dan otak (fuad) sebagai pusat kesadaran manusia telah tersambung dan menyatu dengan Allah (pusat segala yang ada dan kehidupan) maka otak (fuad) akan berfungsi seperti antena yang mampu menangkap atau menerawang keadaan yang sangat jauh dari posisi monitor TV atau komputer. Implikasinya, mereka bisa menyaksikan seluruh yang berada di dimensi langit ketujuhsepertisurgadanneraka dari jarak yang paling dekat (di sini).
Ibaratnya, kita bisa menyaksikan pertandingan sepak bola dari luar negeri di rumah kita masing-masing lewat TV. Manusia yang memiliki kesadaran tauhid sangat sedikit. Kebanyakan kesadaran masih pada level kesadaran inderawi sehingga mudah tertipu. Contoh, bulan di langit terlihat kecil, tetapi begitu di dekati ternyata besar.
Hanya, manusia tidak bisa menikmati surga dalam skala akhirat sebelum kiamat. Sebab surga adalah balasan bagi amal baik manusia. Balasan itu baru diberikan Allah setelah hari pengadilan pasca hari kiamat.
Zunaidi Abdulloh M.A,
mantan Ketua Umum Pesantren Mahasiswa Roudlotul Banin Al- Maskuriyah, Wonocolo, Surabaya, Periode 2007–2008 (sumber)
Lihat: Yayasan Mahmun Syarif Marbun
loading...
0 Response to "Al-Ma’arij: Lubang Cacing atau Wormhole, Star Gate untuk Melihat Masa Depan dan Surga"
Posting Komentar